silsilah
blog ini berupa informasi tentang marga batak
Sunday, September 11, 2022
Wednesday, December 21, 2016
silsilah marga siregar
Siregar adalah anak bungsu dari 9 bersaudara yang terdiri dari 7 laki - laki dan 2 perempuan, anak keturunan dari Si Raja Lontung dan istrinya Si Raja Pareme.
Pada awalnya, Si Raja Lontung bermukim di Desa BANUARAJA yang terletak diperbukitan diatas desa SABULAN, persis dipinggiran Danau Toba, bersebrangan dengan Panguruan di Pulo Samosir. Suatu ketika terjadilah banjir besar yang melanda desa Banuaraja dan Sabulan, sehingga anak keturunan Si Raja Lontung terpaksa mengungsi, yaitu Sinaga dan Pandiangan ke Urat - Samosir, Nainggolan ke Nainggolan - Samosir, Simatupang dan Aritonang ke Pulau Sibandang, dan Siregar ke AEKNALAS - SIGAOL, namun Situmorang hanya sampai di Sabulan. Suatu saat Aritonang memanggil adiknya Siregar dari Aeknalas - Sigaol ke desa Aritonang di MUARA, yang kemudian menetap dan beranak pinak disitu, Selanjutnya dari Desa Aritonang lah marga siregar menyebar kesekitar Muara
Konon pada suatu masa, kemarau panjang melanda Muara yang mengakibatkan gagal panen sehingga sebagian keturunan Marga Siregar berpindah lagi menuju kearah Siborongborong - HUMBANG dan langsung membangun kampung disana yang diberi nama LOBU SIREGAR.
Kemudian untuk mencari kehidupan yang lebih baik, dari sini mereka berangkat lagi menjelajah ke arah PANGARIBUAN dan selanjutnya sebagian menuju ke desa SIBATANGKAYU. Setelah bermukim beberapa lama, dari sini mereka berangkat lagi menjelajah ke BUNGABONDAR sampai ke SIPIROK - Tapanuli Selatan.
Mendengar saudara - saudaranya berhasil diperantauan, sebagian sebagian keturunan Marga Siregar yang tadinya masih tinggal di Muara berangkat menuju TARUTUNG - SILINDUNG dan mendirikan kampung yang diberi nama Desa SIMARLALA PANSURNAPITU.
Dari desa tersebut mereka menjelajah lagi menuju PANTIS - PAHAE dan beranak pinak disana. Kemudian salah satu keturunan Marga Siregar yang dari Pantis ini menjelajah lagi dan mendirikan kampung di ONANHASANG yang masih disekitar PAHAE. Dari Onanhasang keturunannya merantau lagi dan mendirikan kampung di SIMANGUMBAN dan BULUPAYUNG.
Demikianlah perjalanan panjang perantauan Marga Siregar mulai dari BANUARAJA - SABULAN di Kecamatan Pangururan menyebar sampai kedaerah MUARA, HUMBANG, PANGURURAN, BUNGABONDAR, SIPIROK, PAHAE, SIMANGUMBAN dan BULUPAYUNG. Dalam hal ini, sekalipun ada yang berpindah lagi, namun disetiap perkampungan yang dibuat selalu ada keturunannya yang ditinggalkan disana, berkembang beranak pinak serta memiliki tanah, desa atau "HUTA". Itulah sebabnya kenapa masing - masing keturunan Marga Siregar menhatakan bahwa asal muasalnya adalah dari tempat - tempat tersebut, Namun kini sudah menjadi jelas bagi Toga Siregar dari mana asal muasal aslinya.
Toga Siregar, merupakan keturunan Raja Batak ke empat dengan garis keturunan dari Guru Tatea Bulan, Saribu Raja, dan Raja Lontung.
Toga Siregar bersaudara dengan 6 toga lainnnya dari batak yaitu Toga Sinaga , Toga Situmorang , Toga Pandiangan, Toga Nainggolan , Toga Simatupang, dan Toga Aritonang .
Toga Siregar merupakan yang termuda diantara yang lainnya.
Toga Siregar memiliki 4 keturunan laki-laki yaitu Silo, Dongoran, Silali, dan Siagian. Sedangkan marga Sormin dan Ritonga adalah marga yang berasal dari keturunan Toga Siregar, dimana, Sormin dan Baumi dari anak turunan Siregar Silo, dan Ritonga dari anak turunan Siregar Silali.
Kampung asli (Huta berada di pinggir danau toba tepatnya di kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, dimana berdiri "Tugu Siregar" yang dibangun oleh Keturunan Marga Siregar, tetapi karena kondisi alam yang kurang subur banyak anak-anak keturunan marga siregar yang merantau ke daerah lain seperti Sipirok, Sidempuan, Bahal Batu, Kota cane dan Selanjutnya keturunan-keturunan Toga Siregar tersebar ke seluruh tanah Batak.
Sebagai catatan, ada juga Marga Babiat yang tinggal di Angkola, konon ceritanya mereka ini juga masuk horong Siregar.
Pada awalnya, Si Raja Lontung bermukim di Desa BANUARAJA yang terletak diperbukitan diatas desa SABULAN, persis dipinggiran Danau Toba, bersebrangan dengan Panguruan di Pulo Samosir. Suatu ketika terjadilah banjir besar yang melanda desa Banuaraja dan Sabulan, sehingga anak keturunan Si Raja Lontung terpaksa mengungsi, yaitu Sinaga dan Pandiangan ke Urat - Samosir, Nainggolan ke Nainggolan - Samosir, Simatupang dan Aritonang ke Pulau Sibandang, dan Siregar ke AEKNALAS - SIGAOL, namun Situmorang hanya sampai di Sabulan. Suatu saat Aritonang memanggil adiknya Siregar dari Aeknalas - Sigaol ke desa Aritonang di MUARA, yang kemudian menetap dan beranak pinak disitu, Selanjutnya dari Desa Aritonang lah marga siregar menyebar kesekitar Muara
Konon pada suatu masa, kemarau panjang melanda Muara yang mengakibatkan gagal panen sehingga sebagian keturunan Marga Siregar berpindah lagi menuju kearah Siborongborong - HUMBANG dan langsung membangun kampung disana yang diberi nama LOBU SIREGAR.
Kemudian untuk mencari kehidupan yang lebih baik, dari sini mereka berangkat lagi menjelajah ke arah PANGARIBUAN dan selanjutnya sebagian menuju ke desa SIBATANGKAYU. Setelah bermukim beberapa lama, dari sini mereka berangkat lagi menjelajah ke BUNGABONDAR sampai ke SIPIROK - Tapanuli Selatan.
Mendengar saudara - saudaranya berhasil diperantauan, sebagian sebagian keturunan Marga Siregar yang tadinya masih tinggal di Muara berangkat menuju TARUTUNG - SILINDUNG dan mendirikan kampung yang diberi nama Desa SIMARLALA PANSURNAPITU.
Dari desa tersebut mereka menjelajah lagi menuju PANTIS - PAHAE dan beranak pinak disana. Kemudian salah satu keturunan Marga Siregar yang dari Pantis ini menjelajah lagi dan mendirikan kampung di ONANHASANG yang masih disekitar PAHAE. Dari Onanhasang keturunannya merantau lagi dan mendirikan kampung di SIMANGUMBAN dan BULUPAYUNG.
Demikianlah perjalanan panjang perantauan Marga Siregar mulai dari BANUARAJA - SABULAN di Kecamatan Pangururan menyebar sampai kedaerah MUARA, HUMBANG, PANGURURAN, BUNGABONDAR, SIPIROK, PAHAE, SIMANGUMBAN dan BULUPAYUNG. Dalam hal ini, sekalipun ada yang berpindah lagi, namun disetiap perkampungan yang dibuat selalu ada keturunannya yang ditinggalkan disana, berkembang beranak pinak serta memiliki tanah, desa atau "HUTA". Itulah sebabnya kenapa masing - masing keturunan Marga Siregar menhatakan bahwa asal muasalnya adalah dari tempat - tempat tersebut, Namun kini sudah menjadi jelas bagi Toga Siregar dari mana asal muasal aslinya.
Toga Siregar, merupakan keturunan Raja Batak ke empat dengan garis keturunan dari Guru Tatea Bulan, Saribu Raja, dan Raja Lontung.
Toga Siregar bersaudara dengan 6 toga lainnnya dari batak yaitu Toga Sinaga , Toga Situmorang , Toga Pandiangan, Toga Nainggolan , Toga Simatupang, dan Toga Aritonang .
Toga Siregar merupakan yang termuda diantara yang lainnya.
Toga Siregar memiliki 4 keturunan laki-laki yaitu Silo, Dongoran, Silali, dan Siagian. Sedangkan marga Sormin dan Ritonga adalah marga yang berasal dari keturunan Toga Siregar, dimana, Sormin dan Baumi dari anak turunan Siregar Silo, dan Ritonga dari anak turunan Siregar Silali.
Kampung asli (Huta berada di pinggir danau toba tepatnya di kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, dimana berdiri "Tugu Siregar" yang dibangun oleh Keturunan Marga Siregar, tetapi karena kondisi alam yang kurang subur banyak anak-anak keturunan marga siregar yang merantau ke daerah lain seperti Sipirok, Sidempuan, Bahal Batu, Kota cane dan Selanjutnya keturunan-keturunan Toga Siregar tersebar ke seluruh tanah Batak.
Sebagai catatan, ada juga Marga Babiat yang tinggal di Angkola, konon ceritanya mereka ini juga masuk horong Siregar.
silsilah marga dalimunthe
Kami masih mencari Tarombo yg pas dengan kami,karena kami hanya tau pomparan Ompu PARSONTANG/Parsottang DALIMUNTHE Tampa TAU nama Asli Oppui...Apabila ada Yg tau silsilah kami,..mohon kiranya diinfokan kekami ya afra...sekalian. sedikit info tentang PARSONTANG DALIMUNTHE SDH {saipar dolok hole } 1.Asal usul langsung dari Pulo Samosir singgah diLabuhan Batu 2.Mengaku keturunan Datu Parngo-ngo tetapi bukan dari Tamba karena ? DALIMUNTHE kami Menganggap TAMBA ITU MUNTE Dan GINTING itu MUNTE... 3.Mengakui Marga Simbolon Lebih TUA dari Marga Sitanggang 4.DALIMUNTHE Kami Dari istri Kedua dari Oppu Bolon menurut cerita keluarga kami,Memang kami dilahirkan lebih dahulu dari pada marga Simbolon Tetapi kami ! dari... maaf! apabila ada yg tersinggung,...kami dari selirnya Raja/ISTRI MUDA...Kami Menerimanya .....ITULAH PERBEDAAN MARGA KAMI CERITA NYA DGN MARGA PARNA YG LAIN 5.KAMI PUNYA PESAN DARI LELUHUR KAMI ,..APABILA ADA YG MERAGUKAN MUNTE KAMI BOLEH DITES KEASLIANNYA DIPULAU SAMOSIR SANA,KARENA DISANA ADA DANAU YG MIRIP DANAU TOBA DAN DITENGAHNYA ADA PULO KECIL MIRIP PULO SAMOSIR BISA DIBILANG ANAKNI PULO SAMOSIR DISITULAH DANAU KECIL TEMPAT BERTUAH KAMI,...ITU MENURUT CERITA KELUARGA KAMI,....YG DISEBUT JUGA KAMI MUNTE PARULOK MARGA MUNTHE YG TERTOLONG OLEH ULAR YG BESAR YG DIKIRA KAYU YG LANDID UNTUK PENYEBRANGAN,...GA TAUNYA ULAR AIR YG BESAR,.. DLL...BANYAK LAGI CERITANYA YG LAINNYA HINGGA SAMPAI DI SDH....MOHON DIKOREKSI DAN DILURUSKAN APABILA ADA YG SALAH PENULISAN ATAU LAINYA HARAP DIMAKLUMI DAN DIBUKAKAN PINTU MAAF YG SEBESAR -BESARNYA. SUMBER : KELUARGA BESAR OMPU PARSONTANG/PARSOTTANG DALIMUNTHE SDH { BINANGA' SAIPAR DOLOK HOLE }...TAPSEL.
silsilah marga hasibuan
MENGENAL SILSILAH MARGA Si RAJA HASIBUAN;
Marga sebagai identitas diri khususnya bagi masyarakat suku batak, merupakan salah satu identitas dalam membina kekompakan serta solidaritas sesama anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur, sehingga keutuhan marga – marga itu dalam kehidupan sistem ” Dalihan Na Tolu ” akan tetap abadi dan lestari sepanjang masa.
Dimana fungsi marga itu adalah sebagai landasan pokok yang menganut ketertiban dalam masyarakat suku batak mengenai seluruh jenis hubungan seperti adat dalam pergaulan sehari-hari, dalam adat Dalihan Na Tolu dan sebagainya. Dalam silsilah masyarakat suku batak ( dalam struktur tarombo) bahwa si Raja Hasibuan adalah keturunan dari si Raja Sobu, si Raja Sobu yang hidup pada abad XV atau sekitar tahun 1455 adalah keturunan ke V dari si Raja Batak, ayahnya bernama Tuan Sorbadibanua yang memiliki dua orang istri yang pertama bernama Nai Anting Malela dan memiliki anak lima orang dan istrinya yang ke dua bernama si Baru Basopaet ( Putri Mojopahit) PUTRI Raja Majapahit adek kandung dari Raden Widjaya dan memiliki anak tiga orang.Si Raja Sobu memiliki dua orang anak putra yang bernama Raja Tinandang atau lebih dikenal dengan bernama Toga Sitompul dan si Raja Hasibuan.
Di masa kecilnya, Toga Sitompul dan si Raja Hasibuan tinggal bersama orang tuanya di Desa Lobu Galagala yang terletak di kaki Gunung Dolok Tolong ( Kabupaten Toba Samosir saat ini ) dan setelah beranjak dewasa si Raja Hasibuan pergi merantau ke Desa Sigaol – Uluan dan menetap disana yang pada akhirnya menjadi bonapasogit marga Hasibuan, dan iapun mangalap boruni rajai boru Simatupang dari Muara.
Si Raja Hasibuan memiliki lima anak (putra) dan lima boru (putri), anak pertama bernama Raja Marjalo dan tinggal di Sigaol – Uluan dan tetap memakai marga Hasibuan, namun setelah berumah tangga Raja Marjalo membuat atau membuka perkampungan baru yang bernama Hariaramarjalo di Lumban Bao Sigaol saat ini, Hariara (pohon Ara) marjalo (namanya) dan membuat pertanda dengan menanam pohon Hariara (Ara) yang sampai saat ini masih berdiri kokoh, dan disampingnya telah dibangun Monumen si Raja Hasibuan yang sudah diresmikan pada tahun 2002 lalu. Anak ke dua adalah bernama Guru Mangaloksa, pergi merantau ke daerah Silindung dan menetap disana di kampung Marsaitbosi dan menikah dengan marga boru (putri) Pasaribu. Keturunan Guru Mangaloksa telah memakai nama/marga baru yaitu Marga Hutagalung, Marga Hutabarat, Hutatoruan dan Marga Panggabean. Kemudian keturunan marga Hutatoruan menjadi marga Hutapea dan marga Lumbantobing, sementara keturunan marga Panggabean ada yang memakai marga Simorangkir dan keturunan dari Guru Mangaloksa ini dikemudian hari di kenal dengan sebuatan ” SI OPAT PUSORAN “. Menurut cerita, bahwa sebahagian keturunan Guru Mangaloksa yang merantau ke Tapanuli Selatan Sipirok tetap memaki marga Hasibuan, begitu juga dengan marga Hasibuan dan marga Lumbantobing yang bermukin di Laguboti. Anak ketiga dari si Raja Hasibuan adalah Guru Hinobaan, pergi merantau ke Barus/Sibolga atau Asahan tetap memakai marga Hasibuan. Anak ke empat adalah bernama Guru Maniti dan ini dikabarkan pergi merantau ke daerah Aceh ( Nangro Aceh Darussalam saat ini) kemungkinan keturunan inilah yang mengaku batak sampulu pitu (17) ? yang bermukin di kabupaten Alas saat ini, dan hingga saat ini Parsadaan Pomparan ni Raja Hasibuan dimanapun berada masih menanti kembalinya keturunan anak yang hilang ini. Anak kelima adalah Guru Marjalang, pergi merantau ke Padang Bolak/Sibuhuon Tapanuli Selatan tetap memakai marga Hasibuan.
Sedangkan ke lima boru (putri) si Raja Hasibuan adalah bernama si Boru Turasi marhamulion/marhuta (kawin) dengan marga Sitorus Pane di Lumban Lobu, si Boru Tumandi marhamulion/marhuta (kawin) ke marga Panjaitan di Sitorang, si Baru Taripar Laut marhamulion/marhuta (kawin) dengan marga Simanjuntak di Sitandohan Balige, si Boru Sande Balige ke marga Siahaan di Hinalang Balige dan si Boru Patar Nauli ke marga Siringoringo di Muara, dan ketika diadakan perayaan Monumen si Raja Hasibuan di Lumban Bao Hariaramarjalo tahun 2002 lalu semua perwakilan dari si Raja Hasibuan dan boru hadir bersama rombongan masing – masing, kecuali keturunan dari Guru Maniti yang tidak hadir.
Hingga saat ini, hukum dan tatanan adat tidak memperbolehkan marga Hasibuan untuk menikah dengan keturunan Guru Mangaloksa, walaupun berlainan marga begitu juga sebaliknya, tetapi anehnya sesama keturunan Guru Mangaloksa yang berbeda marga boleh dijadikan suami atau istri. Paling anehnya lagi, marga Hasibuan disebut tidak memiliki Pogu (empedu) katanya: Hasibuan na so marpogu on ( Hasibuan yang tidak punya Empedu ini ), rupanya waktu mudanya si Raja Hasibuan sering ” Lari Pagi ” bersama kuda kesayangannya, sehingga para tetangga secara iseng memberi julukan ” na songon hoda mi do ho dang olo loja “(rupanya kamu seperti kudamu, tidak mau letih),”katanya, atau apakah memang kuda tidak memiliki Empedu ? atau barang kali si Raja Hasibuan dulunya adalah pekerja keras sehingga para adeknya semua berhasil mendapat gelar GURU.
Sejarah adalah suatu kisah masa lalu yang kemungkinan besar sulit diyakini dan dipercaya, bahwa sesuatu yang diceritakan itu benar adanya, namun alanhgkah baiknya kita sebagai generasi penerus sejarah meyakini dengan harapan dapat meluruskan suatu sejarah itu untuk sama – sama memahami demi kemajuan bersama, agar generasi yang akan datang sebagai generasi penerus dengan nilai positif untuk mengetahui asal usul leluhur marga, misalnya marga Hasibuan.
Marga sebagai identitas diri khususnya bagi masyarakat suku batak, merupakan salah satu identitas dalam membina kekompakan serta solidaritas sesama anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur, sehingga keutuhan marga – marga itu dalam kehidupan sistem ” Dalihan Na Tolu ” akan tetap abadi dan lestari sepanjang masa.
Dimana fungsi marga itu adalah sebagai landasan pokok yang menganut ketertiban dalam masyarakat suku batak mengenai seluruh jenis hubungan seperti adat dalam pergaulan sehari-hari, dalam adat Dalihan Na Tolu dan sebagainya. Dalam silsilah masyarakat suku batak ( dalam struktur tarombo) bahwa si Raja Hasibuan adalah keturunan dari si Raja Sobu, si Raja Sobu yang hidup pada abad XV atau sekitar tahun 1455 adalah keturunan ke V dari si Raja Batak, ayahnya bernama Tuan Sorbadibanua yang memiliki dua orang istri yang pertama bernama Nai Anting Malela dan memiliki anak lima orang dan istrinya yang ke dua bernama si Baru Basopaet ( Putri Mojopahit) PUTRI Raja Majapahit adek kandung dari Raden Widjaya dan memiliki anak tiga orang.Si Raja Sobu memiliki dua orang anak putra yang bernama Raja Tinandang atau lebih dikenal dengan bernama Toga Sitompul dan si Raja Hasibuan.
Di masa kecilnya, Toga Sitompul dan si Raja Hasibuan tinggal bersama orang tuanya di Desa Lobu Galagala yang terletak di kaki Gunung Dolok Tolong ( Kabupaten Toba Samosir saat ini ) dan setelah beranjak dewasa si Raja Hasibuan pergi merantau ke Desa Sigaol – Uluan dan menetap disana yang pada akhirnya menjadi bonapasogit marga Hasibuan, dan iapun mangalap boruni rajai boru Simatupang dari Muara.
Si Raja Hasibuan memiliki lima anak (putra) dan lima boru (putri), anak pertama bernama Raja Marjalo dan tinggal di Sigaol – Uluan dan tetap memakai marga Hasibuan, namun setelah berumah tangga Raja Marjalo membuat atau membuka perkampungan baru yang bernama Hariaramarjalo di Lumban Bao Sigaol saat ini, Hariara (pohon Ara) marjalo (namanya) dan membuat pertanda dengan menanam pohon Hariara (Ara) yang sampai saat ini masih berdiri kokoh, dan disampingnya telah dibangun Monumen si Raja Hasibuan yang sudah diresmikan pada tahun 2002 lalu. Anak ke dua adalah bernama Guru Mangaloksa, pergi merantau ke daerah Silindung dan menetap disana di kampung Marsaitbosi dan menikah dengan marga boru (putri) Pasaribu. Keturunan Guru Mangaloksa telah memakai nama/marga baru yaitu Marga Hutagalung, Marga Hutabarat, Hutatoruan dan Marga Panggabean. Kemudian keturunan marga Hutatoruan menjadi marga Hutapea dan marga Lumbantobing, sementara keturunan marga Panggabean ada yang memakai marga Simorangkir dan keturunan dari Guru Mangaloksa ini dikemudian hari di kenal dengan sebuatan ” SI OPAT PUSORAN “. Menurut cerita, bahwa sebahagian keturunan Guru Mangaloksa yang merantau ke Tapanuli Selatan Sipirok tetap memaki marga Hasibuan, begitu juga dengan marga Hasibuan dan marga Lumbantobing yang bermukin di Laguboti. Anak ketiga dari si Raja Hasibuan adalah Guru Hinobaan, pergi merantau ke Barus/Sibolga atau Asahan tetap memakai marga Hasibuan. Anak ke empat adalah bernama Guru Maniti dan ini dikabarkan pergi merantau ke daerah Aceh ( Nangro Aceh Darussalam saat ini) kemungkinan keturunan inilah yang mengaku batak sampulu pitu (17) ? yang bermukin di kabupaten Alas saat ini, dan hingga saat ini Parsadaan Pomparan ni Raja Hasibuan dimanapun berada masih menanti kembalinya keturunan anak yang hilang ini. Anak kelima adalah Guru Marjalang, pergi merantau ke Padang Bolak/Sibuhuon Tapanuli Selatan tetap memakai marga Hasibuan.
Sedangkan ke lima boru (putri) si Raja Hasibuan adalah bernama si Boru Turasi marhamulion/marhuta (kawin) dengan marga Sitorus Pane di Lumban Lobu, si Boru Tumandi marhamulion/marhuta (kawin) ke marga Panjaitan di Sitorang, si Baru Taripar Laut marhamulion/marhuta (kawin) dengan marga Simanjuntak di Sitandohan Balige, si Boru Sande Balige ke marga Siahaan di Hinalang Balige dan si Boru Patar Nauli ke marga Siringoringo di Muara, dan ketika diadakan perayaan Monumen si Raja Hasibuan di Lumban Bao Hariaramarjalo tahun 2002 lalu semua perwakilan dari si Raja Hasibuan dan boru hadir bersama rombongan masing – masing, kecuali keturunan dari Guru Maniti yang tidak hadir.
Hingga saat ini, hukum dan tatanan adat tidak memperbolehkan marga Hasibuan untuk menikah dengan keturunan Guru Mangaloksa, walaupun berlainan marga begitu juga sebaliknya, tetapi anehnya sesama keturunan Guru Mangaloksa yang berbeda marga boleh dijadikan suami atau istri. Paling anehnya lagi, marga Hasibuan disebut tidak memiliki Pogu (empedu) katanya: Hasibuan na so marpogu on ( Hasibuan yang tidak punya Empedu ini ), rupanya waktu mudanya si Raja Hasibuan sering ” Lari Pagi ” bersama kuda kesayangannya, sehingga para tetangga secara iseng memberi julukan ” na songon hoda mi do ho dang olo loja “(rupanya kamu seperti kudamu, tidak mau letih),”katanya, atau apakah memang kuda tidak memiliki Empedu ? atau barang kali si Raja Hasibuan dulunya adalah pekerja keras sehingga para adeknya semua berhasil mendapat gelar GURU.
Sejarah adalah suatu kisah masa lalu yang kemungkinan besar sulit diyakini dan dipercaya, bahwa sesuatu yang diceritakan itu benar adanya, namun alanhgkah baiknya kita sebagai generasi penerus sejarah meyakini dengan harapan dapat meluruskan suatu sejarah itu untuk sama – sama memahami demi kemajuan bersama, agar generasi yang akan datang sebagai generasi penerus dengan nilai positif untuk mengetahui asal usul leluhur marga, misalnya marga Hasibuan.
silsilah marga nasution
Banyak orang Mandailing bermarga Nasution di perantauan (Tano Pandaraman) tidak tahu sejarah Ompu Sibaroar Nasakti, Nenek moyang marga Nasution. Banyak pendapat dikemukakan. Satu versi mengatakan Sibaroar Nasakti berasal dari Toba, keturunan Sibargot Ni Pohan yang menurunkan marga Siahaan. Versi yang lain mengatakan berasal dari keturunan Sutan Pulungan dari Kerajaan Huta Bargot, dan versi lainnya mengatakan berasal dari Pagaruyung Sumatera Barat.Tulisan ini mencoba meramaikan wacana asal usul nenek moyang marga Nasution ini. Tulisan ini disarikan dari Buku Sejarah Marga Marga Asli Mandailing yang dikarang oleh Muhammad Arbain Lubis.
Dari Willem Iskandar.
Willem Iskandar, Penyair dan Pujangga besar keturunan Bagas Godang Kerajaan Pidoli menulis dalam bukunya “Sibulus Bulus Sirumbuk Rumbuk” (1872, hal 37-40) tentang Sibaroar Nasakti nenek moyang Marga Nasution. Sejak dari zaman penjajahan Belanda buku ini telah dipakai sebagai buku bacaan Sekolah Dasar, tetapi pada masa akhir dari penjajahan pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran buku tersebut dikarenakan isinya menanamkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme kepada para murid-muridnya di sekolah “Kweek Scool” di Tano Bato Kecamatan Panyabungan Selatan, Mandailing Natal.
Dalam buku “Sibulus-Bulus Sirumbuk-Rumbuk” tersebut Willem Iskandar bercerita bahwa jauh sebelum berdiri Istana Mangaraja Enda Nasution di Panyabungan Julu tatkala daerah Panyabungan masih hutan belantara, telah berdiri Istana Sutan Pulungan di Huta Bargot (Keturunan ke-V dari Namora Pande Bosi). Pada suatu hari pergilah Sutan Pulungan bersama doli-doli undangan podang (hulubalang) berburu rusa ke tengah hutan dengan membawa anjing kesayangannya si Pamutung. Setibanya di hutan belantara terdengarlah suara anjing si Pamutung menyalak yang menandakan dia menemukan sesuatu. Pada saat itu terpikirlah dalam benak Sutan Pulungan akan mendapatkan rusa yang besar. Ternyata setelah Sutan Pulungan mengikuti suara anjing tersebut ke arah pohon beringin yang rindang lagi besar, ternyata bukannya seekor rusa yang dia dapatkan, tetapi adalah seorang wanita cantik. Sejenak Sutan Pulungan tertegun wanita tersebut bergegas lari dari bawah pohon beringin itu dan seketika itu juga wanita tersebut menghilang dari pandangan mata. Kemudian Sutan Pulungan memerintahkan doli-doli undangan podang t memeriksa sekeliling pohon beringin itu. Alangkah terperanjatnya mereka, dibawah pohon rindang terbaring seorang bayi laki-laki mungil dan cantik di atas batu besar. Mereka ahkirnya pulang dan membawa anak tersebut dan dititipkan kepada seorang perempuan tua bernama si Saua, pembantu Sang Raja. Apabila si Saua pergi ke sawah atau ke tepian, maka si Saua meletakkannya di kamar kecil di kolong rumah Istana Sutan Pulungan, berdekatan dengan kandang anjing kesayangan raja si Pamutung.Kolong rumah dalam bahasa Mandailing kuno disebut dengan “baroar” Maka bayi kecil mungil tadi, karena tempatnya di bawah kolong, lama kelamaan dinamai oranglah si “Baroar”
Setelah anak tersebut berumur kurang lebih 4 (empat) tahun badannyapun tumbuh dan bekembang dan tampan, sebagaimana anak-anak lainnya. Bahkan anehnya, mirip pula dengan putra Sutan Pulungan yang berkebetulan sebaya dengannya. Tubuhnya yang gempal, wajahnya yang tampan serta penampilannya yang ramah dan sopan sehingga rakyat kerajaan Huta Bargot sering terkecoh. Orang banyak mengira Sibaroar adalah putera dari Sutan Pulungan, dan banyak pula yang menegurnya dengan panggilan hormat “Janami” (Yang Mulia). Mendengar panggilan tersebut Sutan Pulungan merasa tidak enak, seakan-akan Sibaroar yang didapat di hutan belantara itu adalah anak kandungnya. Hingga suatu saat, karena sering mendapat laporan dari para hulubalangnya tentang kebaikan hati dan penghormatan rakyat akan Sibaoar, terbitlah niat yang tidak baik Sutan Pulungan untuk melenyapkan nyawa Sibaroar, yang belum berdosa itu.
Setelah berfikir beberapa hari lamanya Sutan Pulungan mendapat akal, tetapi saying maksudnya tidak dikabulkan oleh Debata (Tuhan), malah sebaliknya membuat bencana bagi kerajaan itu. Mungkin karena kezalimannya Debata ingin memperlihatkan kekuasaan-Nya bagi orang orang yang berfikir.
KISAH TIANG SOPO GODANG
Sutan Pulungan mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk mengganti tiang tengah Sopo Godang (Balai pertemuan/ siding kerajaan). Yang kebetulan sudah lapuk dimakan rayap. Semua hadirin dabn rakyat kerajaan sudah barang tentu setuju dengan maksud Sutan Pulungan. Tetapi pengantian tiang Sopo Godang ini hanyalah siasat buruk Sutan Pulungan untuk melenyapkan nyawa Sibaroar. Sutan Pulungan memerintahkan kepala tukang, apabila nanti lobang tempat tiang besar nanti sudah digali, maka tolaklah lebih dahulu Sibaroar kedalam lobang tersebut, baru tiang besar itu dijatuhkan kedalam lobang.
Dari Willem Iskandar.
Willem Iskandar, Penyair dan Pujangga besar keturunan Bagas Godang Kerajaan Pidoli menulis dalam bukunya “Sibulus Bulus Sirumbuk Rumbuk” (1872, hal 37-40) tentang Sibaroar Nasakti nenek moyang Marga Nasution. Sejak dari zaman penjajahan Belanda buku ini telah dipakai sebagai buku bacaan Sekolah Dasar, tetapi pada masa akhir dari penjajahan pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran buku tersebut dikarenakan isinya menanamkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme kepada para murid-muridnya di sekolah “Kweek Scool” di Tano Bato Kecamatan Panyabungan Selatan, Mandailing Natal.
Dalam buku “Sibulus-Bulus Sirumbuk-Rumbuk” tersebut Willem Iskandar bercerita bahwa jauh sebelum berdiri Istana Mangaraja Enda Nasution di Panyabungan Julu tatkala daerah Panyabungan masih hutan belantara, telah berdiri Istana Sutan Pulungan di Huta Bargot (Keturunan ke-V dari Namora Pande Bosi). Pada suatu hari pergilah Sutan Pulungan bersama doli-doli undangan podang (hulubalang) berburu rusa ke tengah hutan dengan membawa anjing kesayangannya si Pamutung. Setibanya di hutan belantara terdengarlah suara anjing si Pamutung menyalak yang menandakan dia menemukan sesuatu. Pada saat itu terpikirlah dalam benak Sutan Pulungan akan mendapatkan rusa yang besar. Ternyata setelah Sutan Pulungan mengikuti suara anjing tersebut ke arah pohon beringin yang rindang lagi besar, ternyata bukannya seekor rusa yang dia dapatkan, tetapi adalah seorang wanita cantik. Sejenak Sutan Pulungan tertegun wanita tersebut bergegas lari dari bawah pohon beringin itu dan seketika itu juga wanita tersebut menghilang dari pandangan mata. Kemudian Sutan Pulungan memerintahkan doli-doli undangan podang t memeriksa sekeliling pohon beringin itu. Alangkah terperanjatnya mereka, dibawah pohon rindang terbaring seorang bayi laki-laki mungil dan cantik di atas batu besar. Mereka ahkirnya pulang dan membawa anak tersebut dan dititipkan kepada seorang perempuan tua bernama si Saua, pembantu Sang Raja. Apabila si Saua pergi ke sawah atau ke tepian, maka si Saua meletakkannya di kamar kecil di kolong rumah Istana Sutan Pulungan, berdekatan dengan kandang anjing kesayangan raja si Pamutung.Kolong rumah dalam bahasa Mandailing kuno disebut dengan “baroar” Maka bayi kecil mungil tadi, karena tempatnya di bawah kolong, lama kelamaan dinamai oranglah si “Baroar”
Setelah anak tersebut berumur kurang lebih 4 (empat) tahun badannyapun tumbuh dan bekembang dan tampan, sebagaimana anak-anak lainnya. Bahkan anehnya, mirip pula dengan putra Sutan Pulungan yang berkebetulan sebaya dengannya. Tubuhnya yang gempal, wajahnya yang tampan serta penampilannya yang ramah dan sopan sehingga rakyat kerajaan Huta Bargot sering terkecoh. Orang banyak mengira Sibaroar adalah putera dari Sutan Pulungan, dan banyak pula yang menegurnya dengan panggilan hormat “Janami” (Yang Mulia). Mendengar panggilan tersebut Sutan Pulungan merasa tidak enak, seakan-akan Sibaroar yang didapat di hutan belantara itu adalah anak kandungnya. Hingga suatu saat, karena sering mendapat laporan dari para hulubalangnya tentang kebaikan hati dan penghormatan rakyat akan Sibaoar, terbitlah niat yang tidak baik Sutan Pulungan untuk melenyapkan nyawa Sibaroar, yang belum berdosa itu.
Setelah berfikir beberapa hari lamanya Sutan Pulungan mendapat akal, tetapi saying maksudnya tidak dikabulkan oleh Debata (Tuhan), malah sebaliknya membuat bencana bagi kerajaan itu. Mungkin karena kezalimannya Debata ingin memperlihatkan kekuasaan-Nya bagi orang orang yang berfikir.
KISAH TIANG SOPO GODANG
Sutan Pulungan mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk mengganti tiang tengah Sopo Godang (Balai pertemuan/ siding kerajaan). Yang kebetulan sudah lapuk dimakan rayap. Semua hadirin dabn rakyat kerajaan sudah barang tentu setuju dengan maksud Sutan Pulungan. Tetapi pengantian tiang Sopo Godang ini hanyalah siasat buruk Sutan Pulungan untuk melenyapkan nyawa Sibaroar. Sutan Pulungan memerintahkan kepala tukang, apabila nanti lobang tempat tiang besar nanti sudah digali, maka tolaklah lebih dahulu Sibaroar kedalam lobang tersebut, baru tiang besar itu dijatuhkan kedalam lobang.
silsilah marga harahap
Menurut Buku "Harahap Pargarutan" sendiri, asal-usul Marga Harahap disebutkan di buku itu:
Setelah 90 generasi Suku Bangsa Batak mengisolasi diri di kawasan Danau Toba (?), suku bangsa Batak menjadi dua (2) golongan, yakni Golongan keturunan Raja ISUMBAON, dan golongan keturunan GURU TATEA BULAN.
Guru Tatea Bulan, mempunyai lima (5) anak:
1. Raja Biak-biak
2. Tuan Saribu Raja
3. Mangaraja Limbong
4. Mangaraja Salaya
5. Mangaraja Malau
Tuan Saribu Raja yang menurunkan Marga HARAHAP, mempunyai tiga (3) anak:
1. Mangaraja Lontung
2. Mangaraja Borbor
3. Mangaraja Babiat
Orang Marga HARAHAP adalah keturunan Mangaraja Borbor, yang punya dua (2) anak:
1. Bala Samahu
2. Datu Altokniaji
Bala Samahu punya satu (1) anak:
1. Datu Tala Dibabana
Datu Tala Dibabana, punya dua (2) anak:
1. Rimbang Saudara
2. Sahang Mataniari
Rimbang Saudara, punya enam (6) anak:
1. Datu Pampangbalasaribu
2. HARAHAP
3. Tanjung
4. Pusuk
5. Datu Pulungan
6. Nahulau
Penyebutan marga HARAHAP di belakang nama, disebutkan dimulai sejak cucu Rimbang Saudara dari HARAHAP. Jadi HARAHAP adalah NAMA, yang kemudian menjadi marga keturunannya.
HARAHAP, punya satu (1) anak:
1. Ompu ni Marguru HARAHAP
Ompu ni Marguru, punya empat (4) anak:
1. Si Misang Andor HARAHAP
2. Si Andor Misang HARAHAP
3. Ompu Toga Langit HARAHAP
4. Manjungkit Tano HARAHAP
Si Misang Andor, punya dua (2) anak:
1. Tamanalom HARAHAP
2. Ompu Gunung HARAHAP
Disebutkan, keturunan Tamanalom ada yang pindah ke LUAT (PORTIBI), Padanglawas, kemudian mendirikan kerajaan disana, dan ada yang menurunkan HARAHAP Mompang.
Ompu Gunung, menurunkan HARAHAP Simasom dan HARAHAP Joring di Angkola Julu. Keturunan HARAHAP Simasom, ada yang pergi ke Hanopan Sipirok, Hanopan Padangbolak, dan Janji Lobi Padangbolak.
Si Andor Misang, punya dua (2) anak:
1. Bangun Dibabuat HARAHAP
2. Bangun Dibatari HARAHAP
Mereka berdua masih bermukim di Toba, anak-anaknya kemudian migrasi ke Selatan, khususnya ke Angkola dan Padangbolak.
Bangun Dibabuat, punya dua (2) anak:
1. Ompu Sumur HARAHAP
2. Tunggal Huayan HARAHAP
Ompu Sumur, migrasi ke Angkola dan mendirikan kerajaan Pijorkoling, Angkola Jae, kemudian diberi gelar Mangaraja Imbang Desa.
Tunggal Huayan, masih tinggal di Toba (desa Sibatangkayu), menikah dengan boru Situmorang dan punya satu anak (Mangaraja Ompun Jurung HARAHAP)
Bangun Dibatari, punya lima (5) anak:
1. Sutan Nabuttu HARAHAP
2. Ompu Bilik HARAHAP
3. Mangaraja Sulappe HARAHAP
4. Sutan Pulungan HARAHAP
5. Si Nasinok HARAHAP
Sutan Nabuttu dan Ompu Bilik disebutkan pindah ke Morang, Panompuan. Sedangkan Mangaraja Sukappe dan Sutan Pulungan pindah ke Pangkal Dolok, Padangbolak. Si Nasinok, pindah ke Batangonang, Padangbolak.
Keturunan Sutan Pulungan, disebut-sebut juga ada yang pindah ke Sababalik, Padangbolak; Simatonggong, Padangbolak; dan ke Marancar Godang.
Disebutkan, keturunan Ompu Toga Langit dan Manjungkit Tano (anak Ompu ni Marguru), ada yang pindah ke Hutaimbaru.
Ompu Toga Langit (Ompu Toga Lagijit, disebut juga Manjungkit Langit), punya dua (2) anak:
1. Ompu Sodogoron HARAHAP
2. Si Maujal (?)
Ompo Sodogoron, menurunkan marga HARAHAP di Sabungan Julu, Hutaimbaru (Angkola Julu).
Si Maujal (?), menurunkan marga HARAHAP di Sidangkal, yang keturunannya menyebar ke Huta Losung, Sitombol, Lasung Batu, Panyanggar, Sabungan Jae, dan Manegen. HARAHAP Sidangkal, disebutkan banyak menyebar ke Padangbolak.
Manjungkit Tano, punya dua (2) anak:
1. Si Maliot HARAHAP, di Binubu
2. Si Maliotan HARAHAP, di Simandiangin Binubu
Si Maliotan, punya dua (2) anak:
1. Sende HARAHAP
2. Bulu HARAHAP
Sende, punya anak:
Ja Bosar HARAHAP, disebut-sebut menurunkan HARAHAP Simatongtong di Pagarutan, yang kemudian menyebar ke Halumpang dan Siloting.
HAMPIR SELURUH KELUARGA HARAHAP BERMIGRASI DARI TOBA, MENCARI TANAH PEMUKIMAN BARU KE BAGIAN SELATAN.
Silsilah Marga HARAHAP
---------------------------
| Si Raja Batak |
----------------------------
/ \
/ \
------------------- -----------------------
| Raja Isumbaon | | Guru Tatea Bulan |
-------------------- -----------------------
/ | | | \
/ | | | \
(1) (2) (3) (4) (5)
(1) (2) (3) (4) (5)
---------------- -------------------- ---------------- ------------------ -------------
|R. Biak-Biak | | T. Saribu Raja | | M. Limbong | | M. Sagala | | M. Malau |
---------------- -------------------- ---------------- --------------- -------------
Marga Harahap
Marga Harahap terdiri dari banyak sub kelompok. Sub Kelompok menunjukkan kampung asal. Bagian-bagian marga Harahap antara lain adalah:
1. Harahap Sidakkal – Harahap ini merupakan keturunan dari Sutan Maujalo yang berasal dari Jambur Batu. Jambur Batu berada di Tabusira terus ke arah Luat Harangan. Harahap Sidakkal ini keturunannya sudah menyebar di Padang Bolak, Mandailing, Angkola, dll.
2. Harahap Mompang – Harahap ini merupakan keturunan dari Sutan di Langit yang berasal kata orang-orang kuburannya ada di Siharang-karang Sidempuan. Harap Mompang ini juga menyebar ke Padang Bolak sepanjang Aek Sirumambe sampai ke Portibi, apalagi di Angkola, dan Mandailing
3. Harahap Simataniari – Harahap ini berasal dari Sianlang di pinggir sungai Batang Ilung. Harahap Simataniari ini sudah menyebar banyak di Padang Bolak.
4. Harahap Simatongtong – Harahap ini banyak tersebar disekitar Padang Sidempuan, tapi asal nya kata orang-orang berasal dari Sipaho di daerah Halongonan.
5. Harahap Batang Onang – Harahap ini berasal dari sekitar Batang Onang dan keturunannya tersebar sampai ke Mandailing, Padang Bolak dan Batang Onang Sendiri. Harahap Batang Onang ini selanjutnya terbagi atas keturunan Sutan Sulappe dan keturunan Sutan Nasinok.
Setelah 90 generasi Suku Bangsa Batak mengisolasi diri di kawasan Danau Toba (?), suku bangsa Batak menjadi dua (2) golongan, yakni Golongan keturunan Raja ISUMBAON, dan golongan keturunan GURU TATEA BULAN.
Guru Tatea Bulan, mempunyai lima (5) anak:
1. Raja Biak-biak
2. Tuan Saribu Raja
3. Mangaraja Limbong
4. Mangaraja Salaya
5. Mangaraja Malau
Tuan Saribu Raja yang menurunkan Marga HARAHAP, mempunyai tiga (3) anak:
1. Mangaraja Lontung
2. Mangaraja Borbor
3. Mangaraja Babiat
Orang Marga HARAHAP adalah keturunan Mangaraja Borbor, yang punya dua (2) anak:
1. Bala Samahu
2. Datu Altokniaji
Bala Samahu punya satu (1) anak:
1. Datu Tala Dibabana
Datu Tala Dibabana, punya dua (2) anak:
1. Rimbang Saudara
2. Sahang Mataniari
Rimbang Saudara, punya enam (6) anak:
1. Datu Pampangbalasaribu
2. HARAHAP
3. Tanjung
4. Pusuk
5. Datu Pulungan
6. Nahulau
Penyebutan marga HARAHAP di belakang nama, disebutkan dimulai sejak cucu Rimbang Saudara dari HARAHAP. Jadi HARAHAP adalah NAMA, yang kemudian menjadi marga keturunannya.
HARAHAP, punya satu (1) anak:
1. Ompu ni Marguru HARAHAP
Ompu ni Marguru, punya empat (4) anak:
1. Si Misang Andor HARAHAP
2. Si Andor Misang HARAHAP
3. Ompu Toga Langit HARAHAP
4. Manjungkit Tano HARAHAP
Si Misang Andor, punya dua (2) anak:
1. Tamanalom HARAHAP
2. Ompu Gunung HARAHAP
Disebutkan, keturunan Tamanalom ada yang pindah ke LUAT (PORTIBI), Padanglawas, kemudian mendirikan kerajaan disana, dan ada yang menurunkan HARAHAP Mompang.
Ompu Gunung, menurunkan HARAHAP Simasom dan HARAHAP Joring di Angkola Julu. Keturunan HARAHAP Simasom, ada yang pergi ke Hanopan Sipirok, Hanopan Padangbolak, dan Janji Lobi Padangbolak.
Si Andor Misang, punya dua (2) anak:
1. Bangun Dibabuat HARAHAP
2. Bangun Dibatari HARAHAP
Mereka berdua masih bermukim di Toba, anak-anaknya kemudian migrasi ke Selatan, khususnya ke Angkola dan Padangbolak.
Bangun Dibabuat, punya dua (2) anak:
1. Ompu Sumur HARAHAP
2. Tunggal Huayan HARAHAP
Ompu Sumur, migrasi ke Angkola dan mendirikan kerajaan Pijorkoling, Angkola Jae, kemudian diberi gelar Mangaraja Imbang Desa.
Tunggal Huayan, masih tinggal di Toba (desa Sibatangkayu), menikah dengan boru Situmorang dan punya satu anak (Mangaraja Ompun Jurung HARAHAP)
Bangun Dibatari, punya lima (5) anak:
1. Sutan Nabuttu HARAHAP
2. Ompu Bilik HARAHAP
3. Mangaraja Sulappe HARAHAP
4. Sutan Pulungan HARAHAP
5. Si Nasinok HARAHAP
Sutan Nabuttu dan Ompu Bilik disebutkan pindah ke Morang, Panompuan. Sedangkan Mangaraja Sukappe dan Sutan Pulungan pindah ke Pangkal Dolok, Padangbolak. Si Nasinok, pindah ke Batangonang, Padangbolak.
Keturunan Sutan Pulungan, disebut-sebut juga ada yang pindah ke Sababalik, Padangbolak; Simatonggong, Padangbolak; dan ke Marancar Godang.
Disebutkan, keturunan Ompu Toga Langit dan Manjungkit Tano (anak Ompu ni Marguru), ada yang pindah ke Hutaimbaru.
Ompu Toga Langit (Ompu Toga Lagijit, disebut juga Manjungkit Langit), punya dua (2) anak:
1. Ompu Sodogoron HARAHAP
2. Si Maujal (?)
Ompo Sodogoron, menurunkan marga HARAHAP di Sabungan Julu, Hutaimbaru (Angkola Julu).
Si Maujal (?), menurunkan marga HARAHAP di Sidangkal, yang keturunannya menyebar ke Huta Losung, Sitombol, Lasung Batu, Panyanggar, Sabungan Jae, dan Manegen. HARAHAP Sidangkal, disebutkan banyak menyebar ke Padangbolak.
Manjungkit Tano, punya dua (2) anak:
1. Si Maliot HARAHAP, di Binubu
2. Si Maliotan HARAHAP, di Simandiangin Binubu
Si Maliotan, punya dua (2) anak:
1. Sende HARAHAP
2. Bulu HARAHAP
Sende, punya anak:
Ja Bosar HARAHAP, disebut-sebut menurunkan HARAHAP Simatongtong di Pagarutan, yang kemudian menyebar ke Halumpang dan Siloting.
HAMPIR SELURUH KELUARGA HARAHAP BERMIGRASI DARI TOBA, MENCARI TANAH PEMUKIMAN BARU KE BAGIAN SELATAN.
Silsilah Marga HARAHAP
---------------------------
| Si Raja Batak |
----------------------------
/ \
/ \
------------------- -----------------------
| Raja Isumbaon | | Guru Tatea Bulan |
-------------------- -----------------------
/ | | | \
/ | | | \
(1) (2) (3) (4) (5)
(1) (2) (3) (4) (5)
---------------- -------------------- ---------------- ------------------ -------------
|R. Biak-Biak | | T. Saribu Raja | | M. Limbong | | M. Sagala | | M. Malau |
---------------- -------------------- ---------------- --------------- -------------
Marga Harahap
Marga Harahap terdiri dari banyak sub kelompok. Sub Kelompok menunjukkan kampung asal. Bagian-bagian marga Harahap antara lain adalah:
1. Harahap Sidakkal – Harahap ini merupakan keturunan dari Sutan Maujalo yang berasal dari Jambur Batu. Jambur Batu berada di Tabusira terus ke arah Luat Harangan. Harahap Sidakkal ini keturunannya sudah menyebar di Padang Bolak, Mandailing, Angkola, dll.
2. Harahap Mompang – Harahap ini merupakan keturunan dari Sutan di Langit yang berasal kata orang-orang kuburannya ada di Siharang-karang Sidempuan. Harap Mompang ini juga menyebar ke Padang Bolak sepanjang Aek Sirumambe sampai ke Portibi, apalagi di Angkola, dan Mandailing
3. Harahap Simataniari – Harahap ini berasal dari Sianlang di pinggir sungai Batang Ilung. Harahap Simataniari ini sudah menyebar banyak di Padang Bolak.
4. Harahap Simatongtong – Harahap ini banyak tersebar disekitar Padang Sidempuan, tapi asal nya kata orang-orang berasal dari Sipaho di daerah Halongonan.
5. Harahap Batang Onang – Harahap ini berasal dari sekitar Batang Onang dan keturunannya tersebar sampai ke Mandailing, Padang Bolak dan Batang Onang Sendiri. Harahap Batang Onang ini selanjutnya terbagi atas keturunan Sutan Sulappe dan keturunan Sutan Nasinok.
Subscribe to:
Posts (Atom)